Sejarah Pemerintahan Kota Bogor


Sejarah yang relatif panjang, sejak zaman kekuasaan (pemerintahan) Pakuan Pajajaran sesuai dengan bukti-bukti yang ada seperti dari Prasasti Batu Tulis, nama-nama kampung seperti dikenal dengan sebutan Pamoyanan, Lawanggintung, Lawang Saketeng, Jerokuta, Baranangsiang dan Leuwi Sipatahunan diyakini bahwa Pakuan sebagai Ibukota Pajajaran konon terletak di Bogor.

Pakwan (Pakuan) sebagai pusat Pemerintahan Pajajaran terkenal pada pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja) yang penobatanya diperkirakan bertepatan dengan tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan sebagai hari jadi Bogor. Boleh jadi, sejak tanggal 3 Juni tahun 1973 silam telah ditetapkan sebagai Hari Jadi Bogor pada Rapat Paripurna Istimewa gabungan DPRD Kabupaten dan Kota Bogor Bogor dan selalu diperingati setiap tahunnya sampai sekarang. Kendati penentuan tanggal dan tahun tersebut masih banyak dipertentangkan banyak kalangan dengan berbagai alasan. Harus diakui akibat penyerbuan tentara Banten ke Pakuan Pajajaran catatan mengenai Kota Pakuan tersebut hilang, baru terungkap kembali setelah datangnya rombongan ekspidisi orang-orang Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687, dan mereka meneliti Prasasti Batutulis dan situs-situs lainya yang meyakini bahwa di daerah inilah terletak pusat Pemerintahan Pakuan Pajajaran.

Berita-berita VOC

Laporan tertulis pertama mengenai lokasi Pakuan diperoleh dari catatan perjalan ekspedisi pasukan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie/Perserikatan Kumpeni Hindia Timur) yang oleh bangsa kita lumrah disebut Kumpeni. Karena Inggris pun memiliki perserikatan yang serupa dengan nama EIC (East India Company), maka VOC sering disebut Kumpeni Belanda dan EIC disebut Kumpeni Inggris. Setelah mencapai persetujuan dengan Cirebon (1681), Kumpeni Belanda menandatangani persetujuan dengan Banten (1684). Dalam persetujuan itu ditetapkan Cisadane menjadi batas kedua belah pihak.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai lokasi bekas istana (pusat pemerintahan) Kerajaan Pajajaran, VOC mengirimkan tiga tim ekspedisi yang masing-masing dipimpin oleh Scipio (1687), Adolf Winkler (1690). Abraham van Riebeeck (1703, 1704, 1709)

Dua catatan penting dari ekspedisi Scipio adalah catatan perjalanan antara Parung Angsana (Tanah Baru) menuju Cipaku dengan melalui Tajur, kira-kira lokasi Pabrik Unitex sekarang. Catatannya adalah sbb.: Jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku adalah lahan yang bersih dan di sana banyak sekali pohon buah-buahan, tampaknya pernah dihuni.

Lukisan jalan setelah ia melintasi Ciliwung. Ia mencatat Melewati dua buah jalan dengan pohon buah-buahan yang berderet lurus dan 3 buah runtuhan parit. Dari anggota pasukannya, Scipio memperoleh penerangan bahwa semua itu peninggalan dari Raja Pajajaran. Dari perjalanannya disimpulkan bahwa jejak Pajajaran yang masih bisa memberikan kesan wajah kerajaan hanyalah Situs Batutulis.

Penemuan Scipio segera dilaporkan oleh Gubernur Jenderal Joanes Camphuijs kepada atasannya di Belanda. Dalam laporan yang ditulis tanggal 23 Desember 1687, ia memberitakan bahwa menurut kepercayaan penduduk, dat hetselve paleijs en specialijck de verheven zitplaets van den getal tijgers bewaakt ent bewaart wort (bahwa istana tersebut terutama sekali tempat duduk yang ditinggikan untuk raja Jawa Pajajaran sekarang masih berkabut dan dijaga serta dirawat oleh sejumlah besar harimau).

Rupanya laporan penduduk Parung Angsana ada hubungannya dengan seorang anggota ekspedisi yang diterkam harimau di dekat Cisadane pada malam tanggal 28 Agustus 1687. Diperkirakan Situs Batutulis pernah menjadi sarang harimau dan ini telah menumbuhkan khayalan adanya hubungan antara Pajajaran yang sirna dengan keberadaan harimau.

Laporan Scipio menggugah para pimpinan Kumpeni Belanda. Tiga tahun kemudian dibentuk kembali team ekspedisi dipimpin oleh Kapiten Winkler. Pasukan Winkler terdiri dari 16 orang kulit putih dan 26 orang Makasar serta seorang ahli ukur.

Perjalanan ringkas ekspedisi Winkler adalah sebagai berikut, seperti Scipio, Winkler bertolak dari Kedung Halang lewat Parung Angsana (Tanah Baru) lalu ke selatan. Ia melewati jalan besar yang oleh Scipio disebut twee lanen. Hal ini tidak bertentangan Scipio. Winkler menyebutkan jalan tersebut sejajar dengan aliran Ciliwung lalu membentuk siku-siku. Karena itu ia hanya mencatat satu jalan. Scipio menganggap jalan yang berbelok tajam ini sebagai dua jalan yang bertemu.

Setelah melewati sungai Jambuluwuk (Cibalok) dan melintasi parit Pakuan yang dalam dan berdinding tegak (de diepe dwarsgragt van Pakowang) yang tepinya membentang ke arah Ciliwung dan sampai ke jalan menuju arah tenggara 20 menit setelah arca. Sepuluh menit kemudian (pukul 10.54) sampai di lokasi kampung Tajur Agung (waktu itu sudah tidak ada). Satu menit kemudian, ia sampai ke pangkal jalan durian yang panjangnya hanya 2 menit perjalanan dengan berkuda santai.

Bila kembali ke catatan Scipio yang mengatakan bahwa jalan dan lahan antara Parung Angsana dengan Cipaku itu bersih dan di mana-mana penuh dengan pohon buah-buhan, maka dapat disimpulkan bahwa kompleks Unitex itu pada jaman Pajajaran merupakan Kebun Kerajaan. Tajur adalah kata Sunda kuno yang berarti tanam, tanaman atau kebun. Tajur Agung sama artinya dengan Kebon Gede atau Kebun Raya. Sebagai kebun kerajaan, Tajur Agung menjadi tempat bercengkerama keluarga kerajaan. Karena itu pula penggal jalan pada bagian ini ditanami pohon durian pada kedua sisinya. Dari Tajur Agung Winkler menuju ke daerah Batutulis menempuh jalan yang kelak (1709) dilalui Van Riebeeck dari arah berlawanan. Jalan ini menuju ke gerbang kota (lokasi dekat pabrik paku Tulus Rejo sekarang). Di situlah letak Kampung Lawang Gintung dan seterusnya.

Pada tahun 1745 Gubernur Jendral Hindia Belanda pada waktu itu bernama Baron Van Inhoff membangun sebuah Istana, seiring dengan pembangunan jalan Raya Daendels (Groote Weg) yang menghubungkan Batavia dengan Buitenzorg.

Pada masa pendudukan Inggris yang menjadi Gubernur Jendralnya adalah Thomas Rafless, beliau cukup berjasa dalam mengembangkan daerah ini., dimana Istana Buitenzorg direnovasi dan sebagian tanahnya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden), beliau juga memperkerjakan seorang Planner yang bernama Carstens yang menata Istana sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzorg.

Setelah Pemerintahan kembali kepada Hindia Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staadsgemeente diantaranya adalah. Gemeente Batavia ( S. 1903 No.204 ), Gemeente Meester Cornelis ( S. 1905 No.206 ), Gemeente Buitenzorg ( S. 1905 No.208 ), Gemeente Bandoeng ( S. 1906 No.121 ), Gemeente Cirebon ( S. 1905 No.122 ), Gemeente Soekabumi ( S. 1914 No.310 ). (Regeringsalmanak Voor Nederlandsh Indie 1928 : 746-748)

Pembentukan Gemeente tersebut bukan untuk kepentingan penduduk pribumi, melainkan untuk kepentingan orang-orang Belanda dan masyarakat Golongan Eropa serta yang dipersamakan (yang menjadi Burgermeester dari Staatsgemeente Buitenzorg selalu orang-orang Belanda dan baru tahun 1940 diduduki oleh orang Bumiputra yaitu Mr. Soebroto.

Pada tahun 1922, akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada maka terbentuklah Bestuursher Voorings Ordonantie atau Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda (Staatsblad 1922 No. 216), sehinga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79).

Propinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Province West Java) yang terdiri dari 5 keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente), dimana Buitenzorg (Bogor) salah satu Staads Gemeente di Propinsi Jawa Barat di bentuk berdasarkan (Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368), dengan pripsip Desentralisasi Modern, dimana kedudukan Bugermeester menjadi jelas.

Pada masa pendudukan Jepang kedudukan pemerintahan di Buitenzorg menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor, pada masa ini nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya yaitu: Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten/Regenschaps menjadi ken, Kota/Staads Gemeente menjadi Si, Kewedanaan menjadi/Distrik menjadi Gun, Kecamatan/Under Districk menjadi Soe dan desa menjadi Koe.

Pada masa setelah kemerdekaan, yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI Pemerintahan di Buitenzorg namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Udang-undang Nomor 16 Tahun 1950.

Selanjutnya pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor.

Asal usul nama jalan di Kota Bogor

  • Jalan Merdeka (Tjikeumeuh Weg)
  • Jalan Ir.H.Juanda (Groote Postweg)
  • Jalan Jend.Sudirman (Groote Postweg)
  • Jalan Jend.A.Yani (Groote Postweg)
  • Jalan Kapten Muslihat (Bantammer weg)
  • Jalan Veteran (Bantammer weg)
  • Jalan Panaragan Kidul (Gestich Weg)
  • Jalan Mayor Oking (Bioscoop Weg)
  • Jalan Nyi Raja Permas (Stations Weg)
  • Jalan Dewi Sartika (Park Weg)
  • Jalan M.A Salmun (Gasfabriek Weg)
  • Jalan Sawo Jajar (Laan Van Der Wijk)
  • Jalan Abesin (Wetselaars Weg)
  • Gang Ardio (Parallel Weg)
  • Jalan Gedong Sawah (Mulo Straat)
  • Jalan Gedong Sawah (Binnen Weg)
  • Jalan Pengadilan (Hospitaal Weg)
  • Jalan Kartini (Verlengde Feith Weg)
  • Jalan Semboja (Schenck De Jong Weg)
  • Jalan Dr.Semeru (Tjilendek Weg)
  • Jalan Mawar (Gang De Leau)
  • Jalan Ciwaringin (Gang Edwards)
  • Jalan Perintis Kemerdekaan (Gang Kebon Djahe)
  • Jalan Kantor Batu (Museum Laand)
  • Jalan Gereja (Kerk Weg)
  • Jalan Sekolahan (School Weg)
  • Jalan Empang (Tandjakan Empang)
  • Jalan Suryakencana-Siliwangi (Handels Straat)
  • Jalan Batu Tulis (Koepel Weg)