Gedung bioskop, tempat hiburan alternatif pada tempo dulu

bioskop jadul

Pada masa televisi masih dikuasai oleh TVRI, untuk mendapatkan hiburan di rumah saja sulitnya bukan main. Untuk menonton film serial Return to Eden atau Oshin saja terkadang harus menunggu bapak Presiden menyelesaikan pidatonya dalam sidang paripurna DPR/MPR atau dalam acara tayangan ulang Kelompencapir.  



Tapi tidak berarti masyarakat Bogor tempo doeloe tidak memiliki alternatif hiburan yang lainnya loh, karena banyak bioskop-bioskop yang menayangkan tayangan film tengah malam atau istilah kerennya waktu itu adalah Midnight Show.  Ya, satu-satunya hiburan yang bisa membuat mata kenyang adalah menonton film layar lebar. Sampai-sampai semua bioskop yang ada di Kota Bogor mempunyai pengunjung tetap (penggemarnya) masing-masing. 


Dimana lagi kita bisa menonton film yang dibintangi oleh aktor dan aktris favorit kita dengan suara yang menggema dan di pertengahan  ketika waktunya istirahat, kita bisa keluar untuk sekedar cari angin atau cari makanan, lalu masuk lagi pada saat film akan dilanjutkan.  


Kalau kita flashback ke masa-masa kejayaan bioskop di Indonesia, di Kota Bogor saja sudah terdapat beberapa gedung-gedung bioskop yang cukup terkenal dan sering dikunjungi, sebut saja Bogor Theater yang terletak di lantai II Pasar Bogor, Ramayana Theater, Bioskop Maxim yang kemudian menjadi Presiden Theater di Jl Merdeka, Bioskop Taruma di Jl Mayor Oking, Wijaya Theater di Jl Pemuda, Sukasari Theater di Jl Siliwangi, Bioskop Ranggagading atau City Theater, Nasional, Galaxy, dan lain-lain.  


Kita juga tentu masih ingat bagaimana pengelola gedung-gedung bioskop tersebut mempromosikan film-film yang akan ditayangkan. Mereka akan berkeliling kota yang biasanya menggunakan mobil colt yang penuh dengan tempelan poster-poster film yang akan tayang, lalu berteriak menggunakan megaphone mengumumkan judul film yang akan ditayangkan sambil membagi-bagikan selebaran dari film tersebut.  


Tapi tahukah anda, bahwa ada cerita lain di balik kemegahan sebuah gedung bioskop. Selain menonton film favorit, bangku-bangku yang berada di bagian belakang dekat dengan ruangan proyektor pun kerap menjadi saksi bisu kisah asmara orang-orang Bogor tempo dulu, apakah anda salah satunya, hehehe.



Selain gedung-gedung bioskop yang menjadi tujuan wisata bermalam mingguan anak-anak muda tempo dulu, ada satu jenis tayangan hiburan yang cukup murah meriah, yaitu layar Tancap yang sering dijuluki dengan biokop misbar (gerimis bubar). Sebelum mulai pemutaran filmnya (biasanya sih film-film yang dibintangi oleh Barry Prima, Adven Bangun, Benyamin atau Sean Connery) pihak panitia akan memutarkan iklan yang mensosialisasikan tentang KB (Keluarga Berencana). 


Selain layar tancap, pada jaman dahulu di setiap RT-Rt di kampung-kampung atau desa pasti ada salah seorang warganya yang mempunyai perangkat video player seperti VHS, dan biasanya mereka akan menjadikan rumah mereka itu sebagai bioskop mini dengan memutarkan film-film seperti Voltus 5, Gaban, Lionman, Kungfu, Megaloman, Mazingga Zet, dan sebagainya yang tentu saja tidak gratis, karena untuk bisa menontonnya harus membayar sebesar Rp 100 atau 50 perak.

Seiring dengan waktu, ketika stasiun televisi swasta pertama RCTI mulai mengudara, orang pun mulai ramai-ramai membeli dekoder UHF, lantaran pada jaman dulu siaran RCTI hanya bisa ditangkap oleh televisi berwarna saja, sedangkan untuk yang punya televisi hitam putih harus membeli perangkat dekoder UH yang kalau tidak salah harganya sekitar 30 ribuan. 
 

Sejak munculnya stasiun televisi swasta tersebut, masyarakat Bogor mulai mendapatkan tayangan hiburan setiap hari. Banyak dari mereka yang berpikiran daripada pergi ke bioskop mending nonton si ganteng Mac Gyver yang banyak akal, atau melihat kegarangan KIT si mobil pintar yang bisa bicara di Knight Rider, atau melihat kecanggihan yang dipunyai sebuah helikopter dalam Air Wolf. 

Perkembangan selanjutnya stasiun televisi mulai semakin bertambah, bahkan pesawat televisi pun mulai berganti casing. Dari televisi hitam putih model serelek, menjadi televisi berwarna dengan merek yang cukup umum yaitu Digitec Ninja, dan sejak itu pula dekoder UHF mulai tidak lagi digunakan, ditambah lagi dengan maraknya peredaran Laser Disc Player yang bisa menjadi hiburan rumahan bagi kalangan menengah ke atas.


Semakin berkurangnya penonton yang berkunjung membuat beberapa pengelola gedung-gedung bioskop kemudian gulung tikar, bahkan tidak sedikit gedung-gedung ini yang kemudian berubah fungsi, misalnya saja Bogor Theater yang kemudian menjadi Plaza Bogor Indah, atau Ramayana Theater yang kemudian menjadi Bogor Trade Mall, sedangkan sisanya menjadi onggokan gedung tak bernyawa seperti Taruma yang menjadi Muria Plaza, bekas gedung Presiden Theater dan Sukasari theater yang terbengkalai, dan lain-lainnya. 


Sayang memang, kenangan indah pada masa lalu tersebut tidak bisa diungkapkan lewat foto atau gambar gedung-gedung bioskop tempo dulu, hanya sebagian kecil saja yang ada dokumentasinya  seperti  beberapa foto gedung-gedung bioskop di Bogor pada jaman dulu berikut ini.  













 

1 Response to "Gedung bioskop, tempat hiburan alternatif pada tempo dulu"

  1. gile bener nig blog...bikin ane nginget jaman dulu...thanks berat buat yg bikin...banyakin lagi koleksi dokumen dan gambarnya...bravo

    ReplyDelete