Kisah Tole Iskandar, pejuang dari Gang Kembang

Taman Makam Pahlawan Dreded menjadi tempat peristirahatan terakhir Tole Iskandar seorang pejuang kemerdekaan yang meninggal saat berlangsungnya pertempuran melawan Inggris dan sekutu di Cikasindu, Sukabumi pada tahun 1947. 
Tole Iskandar adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir di Gang Kembang, Ratu Jaya, Depok. Ayahnya bernama Raden Samidi Darmorahardjo bin Adam dan ibunda bernama Sukati binti Raden Setjodiwiryo, kakeknya pernah menjabat sebagai menteri perairan pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di Depok.

Peristiwa meninggalnya Tole Iskandar terjadi saat berlangsungnya pertempuran sengit pada tahun 1947 antara Batalion 8 Tentara Republik Indonesia dengan pihak Inggris dibantu sekutu. Saat gugur di medan pertempuran, Tole Iskandar berusia 25 tahun dengan pangkat Letnan Dua. Setelah dipindahkan dari Sukabumi, jenasah Tole Iskandar dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Dreded yang terletak di Jl Pahlawan Kota Bogor. 


pemakaman tole iskandar
Foto dokumentas pemakaman Tole Iskandar di Dreded (Foto courtesy of tamantoleiskandar.wordpress.com )

Jejak perjuangan Tole Iskandar sebenarnya bukan hanya saat bertempur melawan Sekutu di Sukabumi, namun ia juga memiliki catatan perjuangan bersama Laskar Pemuda Depok yang dikenal dengan sebutan Keompok 21. Saat itu bulan September 1945, Tole bersama tujuh anggota bekas Heiho dan 13 anggota dari Pemuda Islam Depok mengadakan rapat untuk pertama kalinya di sebuah rumah yang berada di Jl Citayam (red: kini Jl Kartini). Dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Barisan Keamanan Depok dengan Tole Iskandar sebagai komandan. Adapun ide pembentukan laskar tersebut adalah karena situasi di Depok yang terus bergolak setelah kemerdekaan. Pada saat itu, semua hal yang berbau belanda dan eropa dan penduduk yang tidak mau memasang bendera merah putih dianggap sebagai musuh atau penghianat. 




Peristiwa penculikan dan perampokan kerap terjadi di beberapa wilayah, Bogor dan Depok serta semua wilayah yang berada di pinggiran Batavia sedang mengalami Revolusi Sosial. Buntutnya adalah pecahnya insiden di Jalan Pemuda, dimana sekelompok masyarakat merebut semua harta dalam peristiwa yang dikenal dengan 'Gedoran Depok'. Mereka juga menawan para keturunan Belanda-Depok ke Bogor. Para keturunan Belanda-Depok ini adalah mantan pekerja Cornelis Chastelein, mereka inilah yang kemudian mendapatkan jatah harta warisan dari Cornelis yang berupa tanah untuk dikelola. 


Dalam sejarahnya, para pekerja-pekerja itu sengaja didatangkan dari Sulawesi (Celebes), Kalimantan (Borneo), Timor dan Bali. Setelah itu Cornelis kemudian membentuk 12 marga untuk mereka setelah dihapusnya perbudakan pada ahun 1714.  Ke 12 marga tersebut adalah Laurenz, Loen, Leander, Jonathans, Toseph, Yakob, Sudira, Samuel, Sadok, Isaac, Bakas, dan Tholence. Hingga kini keturunan dari mereka masi menetap di kawasan Depok Lama.


Kelompok 21 yang dipimpin oleh Tole Iskandar kemudian mengungsikan para Belanda-Depok ini di sebuah tempat dekat Stasiun Depok Lama agar tidak menjadi korban balas-dendam terhadap Belanda serta atas dasar kemanusiaan.  Sebelumnya, Tole sendiri ikut berjuang melawan penjajah Belanda di Depok, dan juga di Kalibata dan di Bogor. 




Perjuangan Tole dan rekan-rekannya saat bertempur melawan para penjajah cukup mengenaskan, bayangkan saja, senjata yang dimiliki oleh Barisan Kemanan ini hanyalah berupa empat pucuk carabine sitaan dari polisi Jepang yang bertugas di Depok. Sementara pihak Belanda dan Sekutu dibekali dengan senjata yang lebih modern dan mematikan tentunya. 




Pada tanggal 15 Oktober 1945, di Bogor dibentuklah Barisan Keamanan Rakjat (BKR) Resimen II yang membawahi empat Batalion, yaitu Batalion I berada di Depok, Batalion II di Leuwiliang, Batalion III di Cileungsi, dan Batalion IV di Kota Bogor.  Tole Iskandar dengan rekan-rekannya yang tergabung dalam Laskar Rakjat Depok (kelompok 21) kemudian melebun ke dalam Batalion I Depok. Setelah Batalion ini mulai bertugas di Depok, banyak pemuda Islam setempat yang mendaftarkan diri untuk menjadi anggot TKR. Mereka inilah yang kemudian berkali-kali menyerang pasukan Inggris di Pasar Minggu dan markas mereka di sebuah Pabrik sepatu Bata yang ada di Jl Kalibata Raya. 


Sukabumi 1947
Soekaboemi 1947

Pada tanggal 16 Juni 1946, Depok mendapat invasi besar-besaran dari Belanda dibantu Inggris dan sekutunya. Sejak itulah kondisi Depok kian memanas. Puncaknya setelah berhasil melakukan penyerangan terhadap pasukan Gurkha di Citayam, Pabuaran dan Bojonggede. Pada tahun 1947, Tole Iskandar terlibat dalam pertempuran sengit melawan Belanda di perkebunan Cikasindu. Dalam pertempuran tersebut, Tole Iskandar gugur. Gugurnya Tole menjadi pukulan berat bagi rekan-rekannya yang bertahun-tahun ikut berjuang bersamanya.

 
Siliwangi hijrah
Pasukan Siliwangi saat menuju Yogyakarta


Pada tanggal 17 Januari 1948, sesuai perjanjian Renville, Jawa barat harus dikosongkan dari Pejuang. Dengan berat hari, Pasukan Siliwangi pun kemudian hijrah ke Jawa Tengah. Untuk mengisi kekosongan pejuang di Jawa Barat, Jenderal Sudirman dan Tan Malaka kemudian berunding. Hasilnya dibentuklah pasukan rahasia yang mereka sebut dengan Divisi Bambu Runcing (BR) dibawah pimpinan Sutan Akbar seorang mahasiswa kedokteran yang mendirikan Angkatan Pemuda Indonesia (API) bersama-sama para pemuda yang menghuni asrama menteng 31 ( sekarang Gd Juang). 


Pada tanggal 11 Oktober 1949, Divisi Bambu Runcing mengeluarkan maklumat yang menentang hasil perundingan dengan Belanda tersebut. Mereka menganggap hasil perundingan itu adalah penghinaan terhadap bangsa dan menggerogoti cita-cita kemerdekaan.  Mereka menginginkan kemerdekaan 100%, alhasil perseteruan pun muncul di kalangan para pejuang terutama setelah diberlakukannya Restrukturisasi dan Rasionalisasi (RERA) di tubuh angkatan bersenjata. Setelah itu, meletuslah perang saudara. 



Wilayah yang dikuasai oleh Bambu RIncing terus bergejolak, salah satunya Depok. Pimpinan Bambu Runcing di Depok saat itu adalah seorang jawara yang bernama Sengkud, dan mereka bermarkas di Bulak Garong ( kini Perumahan Pesona Kahyangan). Sengkud memang cukup dikenal karena sebelum menjadi pimpinan Bambu Runcing di Depok, ia pernah bergabung bersama Pertahanan Desa (PD).


Sejak saat itulah, situasi dan kondisi kota Depok kian mencekam. Pembunuhan terjadi hampir setiap hari. Revolusi Sosial yang terjadi telah mengubah pola pikir mereka. Laskar Rakjat yang tadinya berjuang bergerilya menghadapi para penjajah kini berubah menjadi perampok yang sadis. Namun yang menjadi korbannya adalah orang-orang yang dianggap bersebarangan dengan mereka.
Tole Iskandar memang telah lama gugur, namun nama dan perjuangan akan tetap abadi dalam coretan sejarah perjalanan bangsa. Untuk mengenang jasa dan perjuangannya, sebuah Jalan Raya menggunakan namanya. 


Semoga kita bisa menjadi penerus cita-cita mereka. 

Referensi :

Wikipedia
http://tamantoleiskandar.wordpress.com 
Foto 'Pemakaman Tole Iskandar di TMP Dreded' courtesy of tamantoleiskandar.wordpress.com, silakan kunjungi websitenya untuk dokumentasi foto lainnya. 


0 Response to "Kisah Tole Iskandar, pejuang dari Gang Kembang"

Post a Comment