Dari Binnenhof , Dibbets hingga Salak

Inilah hotel tertua di kota hujan, Bogor. Berdiri sejak tahun 1856, awalnya bernama Binnenhof Hotel ini dimiliki seorang keluarga Gubernur Hindia Belanda. Di tempat inilah kalangan bisnis dan aparat pemerintahaan Belanda biasa mengadakan pertemuan bisnis dan menyelesaikan permasalahan administrasi pemerintahan. 




Ketika jaman penjajahan Jepang, hotel yang dibangun di area 8.227 m2 dijadikan Markas Militer Jepang (Kampeitai). Baru pada tahun 1948, kepemilikan hotel ini sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Karena letaknya di kaki Gunung Salak, namanya pun diubah menjadi Hotel Salak. 

Hotel Salak 1948
Tahun 1991, PT Anugrah Jaya Agung memegang kendali pengelolaan hotel yang lebih profesional. Analisa dan survey yang mendalam pun dilakukan untuk menentukan arah pengembangan yang tepat. 


Hasilnya, hotel ini pun semakin mantap mengibarkan sayapnya di hospitality industry sebagai hotel wisata dan bisnis dengan tidak menghilangkan unsure peninggalan jaman colonial yang dipadukan dengan sapuan tren arsitektur terkini. ‘Where historical and modern technology meet’ menjadi tagline yang inspiratif. Tak heran, hotel ini menjadi kebanggaan Pemkot Bogor. 


Banyak acara Pemkot baik tingkat local, nasional maupun internasional digelar di sini. Kalangan instansi swasta dari dalam dan luar Bogor pun kerap menggunakan hotel ini untuk rapat kerja, training, seminar, dan konferensi. Permintaan yang terus meningkat mendorong pengelola untuk menambah kamarnya menjadi 120 kamar. Ruang meetingnya pun begitu luas, dapat menampung hingga 1.500 orang.

0 Response to "Dari Binnenhof , Dibbets hingga Salak "

Post a Comment